شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى
لِعَاصِي
“Aku pernah mengadukan kepada guruku, Imam Waki’, tentang jeleknya
hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau
memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah
mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2: 190).
Ini adalah syair yang digubah oleh Imam Syafi’i, perihal kisahnya saat
mengadu kepada sang guru, Imam Waki’ akan hapalannya yang terganggu. selain di
I’anah, syair ini juga bisa ditemukan dalam kitab Ta’limul Muta’alim, dan
umumnya santri diminta menghapal syair ini.
Bagi yang pernah membaca biografi Imam Syafi’i tentu bukan hal biasa jika
beliau susah menghapal. Sebab Imam Syafi’i sebenarnya orang yang hafalannya
sungguh amat luar biasa, sebagaimana kami telah tulis sebelumnya di sini.
Diriwayatkan dari Imam Asy Syafi’i, ia berkata, “Aku telah menghafalkan Al
Qur’an ketika berumur 7 tahun. Aku pun telah menghafal kitab Al Muwatho’ ketika
berumur 10 tahun. Ketika berusia 15 tahun, aku pun sudah berfatwa.” (Thorh At
Tatsrib, 1: 95-96).
Namun, ternyata ada suatu ketika Imam Syafi’i bermasalah dengan hapalan.
Kusut otaknya. Ketika itu Imam Syafi’i mengadukan pada gurunya Waki’. Beliau
berkata, “Wahai guruku, aku tidak dapat mengulangi hafalanku dengan cepat. Apa
sebabnya?” Gurunya, Waki’ lantas berkata, “Engkau pasti pernah melakukan suatu
dosa. Cobalah engkau merenungkan kembali!”
Imam Syafi’i pun merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, “Apa yah dosa
yang kira-kira telah kuperbuat?” Beliau pun teringat bahwa pernah suatu saat
beliau melihat seorang wanita tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya,
lantas tersingkap pahanya [ada pula yang mengatakan: yang terlihat adalah mata
kakinya]. Lantas setelah itu beliau memalingkan wajahnya.
Ternyata inilah yang mengganggu hapalannya. Padahal tidak sengaja ia melihat
paha atau mata kaki seorang perempuan, yang tidak halal baginya. Tetapi dengan
hanya itu, hapalannya lantas terganggu. Lantas, bagaimana kita, yang mungkin
hamper tiap hari melihat aurat wanita, baik disengaja maupun tidak?
Karena itu, dari sepenggal kisah Imam Syafi’i
ini, bagi pencari ilmu, jauhkan diri dari maksiat. Fokuslah dalam menuntut
ilmu. Kejar dengan sepenuh tenaga, hati, dan pikiran, sehingga mendapatkan ilmu
yang barokah dan manfaat.Sumber
Posting Komentar